Senin, 27 Februari 2012

48 - kamu

48
kamu

seperti bohong dan berusaha menghindari
seperti acuh dan pura-pura basa basi
mengingkari bahwa aku memperhatikanmu
meski dengan maki

bukan berarti aku tak ingin romantis
tapi aku terlalu takut untuk berkata manis
terlalu banyak 'suara' jika ku melakukan itu
mungkin kamu akan berpikir dosa

aku tak cukup berani
tidak juga lantang seperti biasanya saat menghadapimu
terdengar basi jika berkata 'aku cukup bahagia walaupun hanya sebuah senyuman'
tapi nyatanya (y)

kamu biasanya hanya diam
kemudian kembali dengan sedikit canda 
lalu mencela 
aku tak mengerti 
itu sebuah pertanda (meski hampir 99% aku mengharapkan itu)
atau tidak lebih dari biasa. 

sempat membuat aku begitu yakin dan kuat 
saat terakhir kita bertemu kemudian berpisah
bahwa kamu yang disebut cinta
kamu yang disebut kebaikan, ketulusan
atau apapun namanya yang berasal dari perasaan
bahkan aku sempat ber-air mata

kamu mengingatkan aku akan 'violet' 
kamu bukan hitam 
tapi tak sesuci putih 
hatiku tak biru
bahkan cenderung ungu
...




Minggu, 12 Februari 2012

47 - Definisi

47
Definisi

banyak yang berlomba-lomba untuk mengeluarkan argumen 
definisi pribadi
atau apalah itu. 
maksudnya ingin terlihat lebih pintar atau cerdas. 
entahlah apapun itu.
hanya penilaianku.

karena pintar atau cerdas itu hanyalah sebuah konsisten pada diri sendiri.
aku bisa saja bilang bodoh pada orang yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatanya. 
mirip munafik. 
ketika berbicara bla bla bla yang terkesan positif.
tapi tindakannya minus. 
harusnya itu yang jadi kemaluan terbesar. 
bukan penis atau payudara.
*tertawa kecil* 
cukup menggelitik. 
yang harus kulakukan bukan menanggapi si muafik. 
tapi pura-pura buta dan tuli saja. 


sekali lagi.
hanya penilaianku. 



Jumat, 10 Februari 2012

46 - tak sama

46
tak sama


jika sombong itu membanggakan apa yang dimiliki.
lain hal dengan membatasi diri yang cenderung diam.

jika diam itu terkesan tak peduli.
padahal aku memperhatikan.

banyak yang tersenyum tapi hanya topeng.
padahal sedang membenci.

ketika berdo'a untuk ibu aku menangis.
tapi aku bahagia karena telah melimpahinya kebaikan (semoga).

marah itu bukan apa-apa. sama seperti kesal.
lain hal dengan kecewa.
mungkin akan sulit dihilangkan rasanya.

aku rasa kamu cukup mengerti.
bagaimana bersikap. 
sangat klasik dan mudah dimengerti. 



jika tidak mau atau tidak bisa.
rasakan saja. 

biar aku yang mengerti.
terlanjur mengerti lebih tepatnya.
karena aku menyayangimu seperti bernafas.
seperti rutinitas. 

Rabu, 01 Februari 2012

45 - mama

31 Januari 1997. Itu lebaran hari kedua. Biasanya mama, aku, dan adiku pergi ke tempat kakek dan nenekku (aku menyebutnya mbah kakung dan mbah putri) di jakarta. Berlibur sekalian silaturahmi dengan keluarga. Papa tidak ikut karna harus bekerja dan menjaga rumah di bogor. Biasanya papa hanya mengantar. Mbah kakung sangat disiplin. Dia pensiunan militer. Kami (cucu-cucunya) diwajibkan disiplin juga jika sedang berlibur disana. Seperti tidur siang ataupun tidak boleh jajan sembarangan peraturanya. Hari itu sabtu. Seperti biasa saat siang kami semua diwajibkan tidur. Tapi mama justru berusaha membangkang. Dan berniat mengajak aku dan adiku jalan-jalan. Aku dan adiku sedikit takut, kalau mbah kakung tahu. Tapi mama bersikeras ingin mengajaku jalan. Akhirnya kami pergi dan memutuskan ikut ajakan mama. Kami berpikir apa salahnya jalan-jalan disiang hari dengan orang tua. Mencoba beberapa permainan di pusat belanja. Membeli beberapa kebutuhan sekolah. Mama juga mampir ke toko kosmetik untuk membeli lipstik 2 warna. Emas dan merah.
Benar saja. Mbah kakung tahu. Kami semua dimarahi habis-habisan. Terutama mama, yang katanya malah tidak mengajarkan kedisiplinan. Ingin marah rasanya. Tapi ternyata alasanya bukan hanya itu. Mbah kakung terlalu khawatir akan kesehatan mama yang memang sedang menurun. Oh iya aku lupa. aku juga setuju kalau alasanya itu. 3 bulan sebelumnya mama memang di vonis jantung oleh dokter. Menurun dan semakin menurun kondisinya. Seharusnya mama di rawat jalan di sebuah klinik. Tapi mama menolak dengan alasan aku dan adikku tak ada yang mengurus. Ya aku memahami alasan mbah kakung marah kalau karena hal itu.
1 Februari 1997. Mama masih terus kena marah mbah kakung. Mbah putri terus-terus bilang sabar. Hari itu kami hanya berkumpul dikamar. Mengikuti peraturan dan tidur siang. Televisi tetap menyala siang itu. Adiku sudah tidur hanya aku dan mama. Aku sedang berusaha tidur, mama sedang melamun saja. Sambil mencoba lipstik 2 warna yang baru ia beli.
2 Februari 1997. Keadaan membaik, mbah kakung sudah mulai biasa saja. Tidak ada lagi emosi. Beberapa keluarga datang untuk silaturahmi (karena masih dalam suasa lebaran). Pagi hingga menjelang siang. Jam 2 seperti biasa, mbah kakung dan mbah putri tidur siang sambil mendengarkan wayang kulit diradio. Aku dan adiku tidak bisa tidur tapi hanya menonton televisi di kamar. Mama diam di teras. Sambil berbincang dengan tetangga yang juga teman kecil mama. Kebetulan teras ada di depan kamar aku dan adikku sedang menonton televisi. Mama begitu antusias bercerita tentang masa depan aku dan adikku. Rencana dia akan memasukan aku dan adikku dimana, apa saja bekal yang akan ia berikan untukku nanti, dan masih banyak. Mama berbincang sampai jam 15.30. tetangga yang juga teman kecil mama akhirnya pulang. Mama masuk ke kamar dan memeluk aku dan adikku yang sedang menonton televisi. Terlihat lemas sekali. Mama bilang ingin tidur sebentar. Jam 16.00 mbah kakung dan mbah putri telat bangun. Mereka terdengar bergegas sholat ashar. Mama masih tidur. Tadinya aku ingin membangunkan tapi ya biarkan saja. Semenjak sakit nafasnya terdengar lebih sesak. Juga pada saat tidur. 16.27 kartun tom and jerry mulai. Kartun favorit aku dan adikku. Aku kedapur untuk mengambil minum. Sedikit mengintip kekamar mbah. Ternyata mbah putri sedang sholat dan mbah kakung sepertinya sedang di kamar mandi. Aku kembali ke kamar. Kembali menonton. Kembali tertawa. Tapi tiba-tiba aku dan adikku dikagetkan dengan nafas mama yang mulai aneh ketika tidur. Matanya masih terpejam tapi terlihat sesak. Mama terlihat tenang tapi mengusap dada (meski sesak) aku panik. Adikku panik. Kami berusaha membangunkan mama. Kami panggil “MAMA...!” sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. Mama masih memegang dada. Masih terengah-engah. Kami masih panik. Tiba-tiba dia berusaha menarik nafas panjang dan kemudian tidak bernafas lagi..........
Aku terdiam. Adikku juga. Kami panggil lagi. Tapi mama malah diam. Dia terlihat tenang. Tapi kami justru menangis. Aku langsung lari kekamar mbah. Mbah putri sedang melipat sajadah. Mbah kakung baru selesai salam di tahiat akhir. Mereka kaget melihat aku masuk sambil menangis. Aku seperti bisu. Mulutmu sulit menjelaskan apa yang terjadi padahal mereka sudah bilang “kenapa mas ling..”. aku berusaha menjelaskan tapi yang keluar hanya kalimat, “MAMAA......” masih menangis. Mereka segera lari kekamar kami. Terlihat Adikku masih memeluk mama sambil menangis. Padahal mama tenang. Mbah putri langsung jatuh pingsan. Aku panik. Bingung harus apa. Begitu juga adikku. Kami hanya bisa menangis melihat mbah kakung berusaha membukakan mata mama. Tapi ternyata sudah kosong. Mbah kakung teriak “panggil bu’de jiman cepat(tetangga)!!” karena hanya kami yang dirumah. Sedang tidak ada siapa-siapa. Aku berlari. Adikku mengikuti dari belakang. Sambil menangis. Aku juga. Aku langsung masuk ke rumah bu’de jiman. Dia bertanya “kenapa mas... kok nangis. Adek kenapa ade... ada apa? “ bu’de jiman terlihat panik. Kemudian memeluk adikku. Aku tak bisa bicara banyak. Aku langsung menariknya untuk kerumah sambil bilang “mama bu’de.. mama.. “ kami semua diam....
Mobil ambulan datang sekitar jam 10 malam. Juga papa. Yang tidak berhenti menangis sejak tiba jam 8 malam. Jenasah mama malam itu juga langsung dibawa ke bogor. Dengan ambulan dan air mata. Hampir semua menangis. Jam 12malam kami tiba di bogor. Papa menyuruhku dan adikku istirat. Tapi tidak bisa. Aku sulit tertidur karena penuh air mata yang masih belum berhenti.
3 Februari 1997. Ciawi. Tanah makam keluarga dari papa. Aku melihat mama beristirahat, berbalutkan kafan, dan ketenangan dalam makam. Beralamatkan nisan.